Humas UNJ, Jakarta-setelah nihilnya penerima hibah kedaireka pada tahun 2023, kini tahun 2024 UNJ mempunyai peneliti penerima hibah matching fund lewat inovasi dalam bidang alat kesehatan yang diketuai oleh Umiatin selaku dosen sekaligus Koordiantor Program Studi Fisika FMIPA UNJ.
Sebagai informasi, Kedaireka adalah program dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud ristek) yang memiliki tiga program utama, salah satunya adalah program Matching Fund. Matching Fund adalah program pendanaan yang melibatkan perguruan tinggi dan Dunia Usaha Dunia Industri (DUDI). Program Matching Fund bertujuan untuk mempermudah sinergi kontribusi perguruan tinggi dengan komersialisasi mitra DUDI. Seperti dikutip di laman kedaireka, alokasi dana sebesar total Rp1 triliun, matching fund menjadi salah satu nilai tambah terbentuknya kolaborasi antara dua pihak melalui platform Kedaireka. Dukungan matching fund ini diprioritaskan bagi kolaborasi yang berkontribusi terhadap pencapaian 8 (delapan) Indikator Kinerja Utama (IKU) Perguruan Tinggi yang telah ditetapkan oleh Kemendikbud ristek.
Kembali ke inovasi alat kesehatan yang diciptakan dari hasil buah pikiran Umiatin dalam mencari solusi terkait permasalahan di posyandu, karena selain sebagai seorang dosen, Umiatin juga salah satu kader posyandu aktif dilingkungan tempat tinggalnya. Hal yang melatar belakangi pembuatan smart antropometri “Nimbang Balita” adalah karena Prevalensi stunting di Indonesia masih di atas batas minimum WHO sebesar 20%.

Di sisi lain, salah satu indikator keberhasilan penciptaan SDM yang berkualitas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2019-2024 adalah menurunnya angka prevalensi stunting di Indonesia.
Oleh karena itu pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah melakukan berbagai program percepatan penanganan stunting melalui pendekatan multi sektoral. Salah satu intervensi spesifik penanganan stunting adalah dengan memonitor pertumbuhan anak melalui kegiatan pemeriksaan status gizi pada masa “Golden Age” yaitu dari usia 0–5 tahun. Pemeriksaan status gizi balita biasanya dilakukan di Posyandu setiap bulan melalui pemeriksaan antropometri, yaitu pengukuran berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala. Saat ini pengukuran masih dilakukan dengan alat konvensional, kemudian hasil pengukuran diplot pada Kartu Menuju Sehat untuk mendapatkan informasi status gizi.

Posyandu merupakan ujung tombak untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dasar ibu dan balita. Namun bertolak belakang dengan perannya yang sangat penting, sebagian besar Posyandu memiliki permasalahan antara lain terkait sarana dan prasarana terutama alat antropometri yang minim dan sudah berusia tua serta belum tersentuh digitalisasi informasi.
Saat ini jumlah posyandu di Indonesia mencapai lebih dari 338 ribu posyandu dan regulasi pemerintah mendorong setiap posyandu memiliki alat antropometri sebagai salah satu alat pemantauan yang membantu menekan angka stunting. Tingkat kebutuhan alat antropometri sangat luas, namun sampai saat ini Indonesia masih memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap impor alat kesehatan. Saat ini alat antropometri yang ada di pasaran di Indonesia baru sebatas alat pengukuran berat badan dan tinggi badan balita, belum menerapkan teknologi pintar yang dapat membantu menganalisa dan memprediksi stunting maupun gangguan pertumbuhan pada balita lainnya.
Kementerian Kesehatan melalui Permenkes No 15 Tahun 2022 telah mencanangkan transformasi kesehatan di Indonesia. Pada pilar pertama adalah transformasi layanan primer, salah satunya dilakukan dengan revitalisasi dan standarisasi Puskesmas dan Posyandu sebagai upaya promotif preventif. Pada pilar ke 6 adalah transformasi teknologi Kesehatan, salah satu fokusnya adalah digitalisasi dalam layanan Kesehatan.
Melalui transformasi kesehatan nasional yang telah dicanangkan ini peran Posyandu semakin penting untuk mengatasi berbagai tantangan dalam pencapaian indikator Kesehatan nasional.
Selain itu, adanya Instruksi Presiden No. 2 Tahun 2022 mengharuskan industri kesehatan menggunakan produk dalam negeri. Hadirnya inpres tersebut bagai melihat gelas setengah kosong, atau setengah penuh. Yang mengharuskan kita melihat kesempatan dari hadirnya inpres tersebut.
Sebagai upaya turut berkontribusi memberikan solusi permasalahan stunting di Indonesia, tim peneliti yang diketuai Umiatin membuat inovasi berupa alat Smart Antropometri “Nimbang Balita”. Yang dilakukan Umiatin bagaikan oase dalam pemenuhan alat kesehatan yang dibutuhkan di setiap posyandu seluruh pelosok Indonesia. Dan jika dipasarkan secara luas, alat ini juga akan berguna dalam mendukung visi pemerintah untuk menciptakan Generasi Emas 2045.

Smart antropometri “Nimbang Balita” sudah memasuki generasi ke-3 dengan sejumlah penambahan fitur termutakhir. Alat ini kembangkan pertama kali yakni pada tahun 2019, kemudian pada tahun 2020 mahasiswa yang merupakan bagian dari tim peneliti berhasil mendapatkan juara favorit dalam PKM Tingkat Nasional pada kategori PKM Karsa Cipta. Dalam pembuatannya, selain dibantu mahasiswa dibantu juga dengan dosen lainnya seperti Widyaningrum Indrasari dari Prodi Fisika FMIPA UNJ yang juga sebagai koordinator Pusat HKI LPPM UNJ, Taryudi dari Prodi Teknik Elektronika yang juga merupakan Tim Pengembang Kantor Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Fariani Hermin dari Prodi Ilmu Komputer FMIPA UNJ, serta berkolaborasi dengan dosen dari Universitas Telkom yakni Bedi Purnama.
Setelah generasi pertama tercipta pada tahun 2019—2021 dengan bantuan hibah Penelitian Produk Inovasi LPPM UNJ tahun 2021, kemudian pada tahun 2022—2023 dibuat generasi kedua yang mana hasil pengukuran bukan hanya tampil di display alat tetapi juga dapat terkoneksi dan terrecord di website dengan laman www.nimbangbalita.id Tidak berpuas diri, generasi ketiga kembali diciptakan pada periode pengembangan 2022—2023 dengan penambahan fitur termutakhir, perubahan bahan material, dimensi, desain produknya serta fungsionalitasnya. Sementara untuk generasi kedua dan ketiga smart antropometri “NimBang Balita” ini pembiayaan melalui hibah Penelitian Terapan Unggulan Perguruan Tinggi (PTUPT) tahun 2022—2023.
Pada tahun 2024, tim peneliti berhasil mendapatkan hibah matching fund yang akan digunakan untuk pengembangan alat yang tersertifikasi dan uji coba lapangan. Kegiatan matching fund ini berkolaborasi dengan mitra industri yaitu PT. Mandiri Jaya Medika yang bergerak dalam produksi dan distribusi alat kesehatan.
Smart antropometri “Nimbang Balita” saat ini sedang dilakukan serangkaian pengujian untuk mendapatkan Sertifikasi serta Izin Edar dari Badan Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) Kemenkes. Sejalan dengan kegiatan tersebut, tim peneliti juga melakukan sosialisasi dan uji coba lapangan melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Jadi, untuk harganya sendiri masih belum ditetapkan dan belum dapat diperkirakan karena berkaitan dengan kerja sama antara UNJ dengan PT. Mandiri Jaya Medika.

Sementara itu, keunggulan alat ini dibanding yang ada di pasaran, meliputi fungsionalitasnya dan kandungan TKDN. Umiatin sendiri menargetkan kandungan TKDN nantinya akan berkutat di angka 60%, angka tersebut melebihi standar kandungan TKDN yang ditetapkan pemerintah untuk alat kesehatan, jadi sudah sangat bagus mendukung pemerintah untuk kemandirian alat kesehatan. Sementara itu keunggulan lainnya alat ini merupakan hasil rangkaian penelitian dari penelitian dasar, penelitian terapan yang telah dipublikasikan di jurnal maupun prosiding bereputasi.
Ketika dihubungi secara daring melalui pesan instan, Umiatin menuturkan kendala utama yang dihadapi dalam penelitian alat ini adalah terbatasnya dana untuk membuat jumlah sampel alat yang mencukupi untuk kegiatan pengujian, serta untuk uji coba implementasi di beberapa posyandu.
Dengan memegang motto “Belajar, Bersinergi, Berkarya, Bermanfaat”, tim peneliti ke depannya masih akan melakukan inovasi pada bidang alat kesehatan, antara lain saat ini sedang mengembangkan prototipe Anjungan Tes Kesehatan Mandiri (ATKM) yang dapat digunakan di posbindu lansia untuk pengukuran komposisi lemak tubuh, tekanan darah, kadar gula darah dan kadar kolesterol sebagai upaya untuk pengendalian penyakit tidak menular (PTM) yang menyebabkan tingkat kematian tinggi di masyarakat.

Terakhir, Umiatin memberikan pandangannya terkait program matching fund kedaireka, yang sangat bermanfaat bagi peneliti untuk melakukan pengembangan serta hilirisasi hasil riset, selain itu program ini bermanfaat bagi universitas untuk melakukan kolaborasi serta link and match antara universitas dengan mitra dunia industri. Program ini juga mendukung universitas dalam peningkatan IKU perguruan tinggi antara lain: IKU 2 tentang mahasiswa mendapat pengalaman di luar kampus, IKU 3 tentang dosen berkegiatan di luar kampus, dan IKU 5 tentang hasil kerja dosen digunakan oleh masyarakat. Selain itu juga matching fund sangat membantu peneliti dalam melakukan perbaikan dan penyempurnaan hasil riset. Sebagai gambaran, program matching fund kedaireka dilakukan melalui seleksi yang sangat ketat oleh para reviewer ahli dibidangnya. Peneliti sempat mengalami kegagalan dalam pengajuan proposal di batch ke-1, namun peneliti banyak mendapatkan saran dan masukan dari para reviewer. Akhirnya berkat saran dan masukan tersebut, peneliti melakukan perbaikan sehingga berhasil lulus mendapatkan pendanaan di batch ke-2 tahun 2024.