Jakarta, Humas UNJ — Universitas Negeri Jakarta (UNJ) menggelar diskusi publik dan bedah buku bertema “Memahami Sengketa Informasi Publik: Kupas Dinamika dan Tantangan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik di Indonesia” pada Kamis, 9 Desember 2025, di Aula Maftuchah, Gedung Raden Dewi Sartika. Acara ini menghadirkan Syawaludin, Komisioner Bidang Penyelesaian Sengketa Informasi Komisi Informasi Pusat (KIP) Republik Indonesia, sebagai narasumber utama.
Rektor UNJ, Prof. Komarudin, dalam sambutannya menegaskan bahwa keterbukaan informasi publik merupakan indikator penting dalam kehidupan demokrasi modern, terutama di era digital yang sangat terbuka.
“Informasi, khususnya informasi publik, tidak boleh ditutupi ataupun dihalangi. Masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan akses informasi yang jelas dan bertanggung jawab, termasuk di dalamnya lingkungan perguruan tinggi,” ujar Prof. Komarudin.

Ia menambahkan bahwa UNJ telah lama berkomitmen terhadap transparansi informasi publik dengan menghadirkan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) sebagai bagian dari tata kelola kampus yang akuntabel. Hingga saat ini, UNJ belum pernah menghadapi sengketa informasi publik.
“Alhamdulillah sampai saat ini belum ada sengketa informasi publik di UNJ. Mudah-mudahan tidak akan pernah terjadi, karena kami selalu berupaya memberikan layanan dan akses informasi seluas-luasnya kepada publik, sesuai porsi dan ketentuan yang berlaku,” jelasnya.
Rektor juga mengungkapkan bahwa UNJ tengah mengembangkan sistem Satu Data UNJ. Selain itu, UNJ telah memiliki aplikasi Pantau yang memungkinkan orang tua mahasiswa memantau perkembangan akademik putra-putrinya secara terstruktur dan real time.

Prof. Komarudin menekankan pentingnya pemahaman sivitas akademika terhadap prosedur hukum ketika terjadi sengketa informasi agar pengelolaan layanan publik berjalan semakin profesional.
“Walaupun kita berharap tidak menghadapi sengketa informasi, tetapi memahami mekanisme penyelesaiannya sangat diperlukan sebagai bentuk kesiapan kita mengelola hak publik terhadap informasi,” tutupnya.
Setelah sambutan Rektor, acara dilanjutkan dengan paparan narasumber. Dalam pemaparannya, Syawaludin menegaskan bahwa keterbukaan informasi adalah pilar penting demokrasi modern. Ia menjelaskan bahwa masyarakat memiliki hak penuh atas akses informasi publik sebagaimana dijamin dalam konstitusi dan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).

“Transparansi bukan sekadar kewajiban administratif, melainkan juga bentuk penghormatan terhadap hak warga negara,” ujarnya.
Syawaludin juga mengulas penyebab umum timbulnya sengketa informasi, mulai dari keterlambatan layanan, penolakan tidak berdasar, hingga pengenaan biaya tidak wajar. Ia memaparkan alur penyelesaian sengketa melalui mediasi dan ajudikasi nonlitigasi di Komisi Informasi, serta kemungkinan keberlanjutan perkara hingga ke PTUN dan Mahkamah Agung.