Jakarta-Humas UNJ. Langit di Timur Jakarta pernah menyaksikan lahirnya sebuah cita-cita besar, membangun negeri lewat pendidikan. Tahun 1964, di tengah riuhnya gejolak politik dan arah masa depan Indonesia yang masih mencari bentuk, berdirilah sebuah lembaga yang bernama Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Jakarta. Saat itu, tak ada yang tahu sejauh mana ia akan melangkah. Tapi satu hal pasti, ia lahir dari panggilan sejarah dan dalam pelukan zaman.
IKIP Jakarta yang lahir dari rahim Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Indonesia (FKIP UI) dan Institut Pendidikan Guru (IPG) Jakarta pada 16 Mei 1964, tumbuh menjadi institusi pencetak guru. Tapi lebih dari itu, ia adalah rumah bagi mereka yang percaya bahwa perubahan besar selalu dimulai dari ruang kelas yang kecil. Di sanalah semangat dibentuk, ilmu dipertajam, dan tekad digembleng. Tak jarang dengan keterbatasan, tak jarang pula dengan pengorbanan.
Di awal perjalanan, IKIP Jakarta bukan sekadar tempat belajar, tapi medan juang. Dosen-dosen mengajar dengan semangat api meski dengan fasilitas terbatas. Mahasiswa datang bukan karena kemewahan, tapi karena harapan. Di balik papan tulis yang retak dan buku-buku lusuh, tumbuh semangat yang tak bisa dilunturkan, yaitu semangat untuk mencerdaskan negeri.
Lalu waktu berjalan. Dunia berubah. Zaman menuntut lebih. Dan pada 4 Agustus 1999, IKIP Jakarta melepas baju lamanya dan mengenakan identitas baru yang bernama “Universitas Negeri Jakarta” atau UNJ. Transformasi ini bukan hanya perubahan nama, ia adalah lompatan keberanian. Dari kampus pencetak guru, UNJ berani menjelajah lebih luas, menantang batas-batas keilmuan, dan menampung mimpi-mimpi baru dari generasi zaman yang berbeda.
Hari ini, 16 Mei 2025, menandahkan enam dekade lebih satu tahun atau 61 tahun. Kita sudah menatap UNJ yang berbeda. Gedung-gedung baru menjulang. Laboratorium dilengkapi teknologi mutakhir. Mahasiswa dari berbagai penjuru negeri datang membawa mimpi, dan dosen-dosen muda hadir dengan semangat riset dan inovasi. Tapi yang paling penting, api yang dulu dinyalakan para pendahulu, masih tetap menyala.
Di balik angka “61”, tentu ada cerita yang tak bisa diringkas dalam statistik. Ada malam-malam panjang dosen menyusun materi kuliah, ada mahasiswa yang berjuang kuliah sambil bekerja, ada petugas kebersihan yang setiap pagi memastikan kampus layak ditempati ilmu, dan ada tenaga kependidikan yang tak letih berkutik mengurus kebutuhan administrasi. Mereka semua bagian dari naskah panjang ini. Sebuah naskah yang ditulis bukan dengan tinta, tapi dengan keyakinan yang memberi arah, dedikasi yang memberi tenaga, dan integritas yang menjaga setiap langkah tetap dalam jalurnya.
UNJ bukan kampus yang sempurna. Ia pernah terjatuh, dikritik, dan diuji. Tapi justru dari luka-luka itulah ia belajar. Ia bangkit, menata ulang langkah, dan kini berdiri lebih kuat. Bukan untuk bersaing, tapi untuk memberi. Untuk melahirkan pemikir, penggerak, dan pelayan masyarakat. Karena di sinilah, ilmu bukan hanya diajarkan, tapi dihidupi.
UNJ terus bergerak maju. Pada 14 Agustus 2024, UNJ menyandang status sebagai Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH). Sebagai PTNBH, UNJ mendapatkan otonomi yang lebih luas, dalam hal akademik, non-akademik, keuangan, hingga pengelolaan sumber daya. Ini adalah sebuah pengakuan bahwa UNJ telah dipercaya oleh negara untuk mengelola dirinya secara mandiri, dan di saat yang sama, diberi tanggung jawab yang jauh lebih besar. Namun di balik kebebasan itu, ada konsekuensi yang tidak bisa dihindari, kita dituntut untuk tidak hanya bertahan, tapi bersaing dan melampaui.
Perjalanan menuju PTNBH bukan sekadar meniru pola universitas besar lainnya, melainkan menemukan jati diri UNJ sendiri dalam kerangka otonomi. Pada akhirnya, perubahan status bukanlah tujuan akhir, melainkan awal dari fase baru perjuangan UNJ. Kampus memanggil segenap civitasnya untuk lebih bekerja cerdas, berpikir luas, dan bertindak strategis. UNJ kini berada di panggung yang lebih besar dan dunia menanti kiprahnya.
Tidak hanya perubahan status PTNBH, namun lambang UNJ pun berganti. UNJ dengan lambang barunya yang terdiri dari simbol 5 pasang sayap dan ekor burung elang bondol, tugu monumen nasional dengan lidah api 3 lapis, dan pena di dalam bingkai 5 kelopak bunga Teratai, dan goresan warna kuning, hijau, dan merah, menyiratkan setiap simbol adalah harapan dan setiap warna adalah sumpah. Untuk mengikat harapan dan sumpah, UNJ pun mematri ikrar “Intelligentia-Dignitas” pada lambangnya. Ikrar ini menyatakan bahwa ilmu bukan hanya untuk mengetahui, tetapi untuk memuliakan kemanusiaan. Maka itu UNJ akan selalu memegang prinsipnya, yaitu mencerdaskan dan memartabatkan.
Hari ini, kita mengenang 61 tahun perjalanan UNJ. 61 tahun adalah bukti bahwa UNJ tetap berdiri tegak. Tapi lebih dari itu, ia juga pengingat bahwa perjalanan masih panjang. Jalan ke depan menuntut kolaborasi yang jujur, integritas yang tak bisa ditawar, dan visi yang menembus kabut waktu. Dunia tak lagi hanya menilai dari pemeringkatan, tapi dari keberanian untuk relevan, adaptif, dan manusiawi untuk menjadi kampus berdampak.
UNJ bukan hanya institusi. Ia adalah drama panjang, kadang sunyi, kadang riuh. Kadang penuh air mata, kadang gemuruh tawa. Dan kita, dosen, mahasiswa, tenaga kependidikan, alumni, adalah pemeran yang datang dan pergi, menyumbang satu bab, satu peran, satu makna. Mungkin tidak semua akan tinggal hingga akhir. Tapi semoga, di satu titik waktu, kita pernah menjadi bagian dari babak terbaik dalam panggung besar bernama UNJ ini. Babak di mana semangat tidak padam, mimpi tak diremehkan, dan ilmu bukan sekadar hafalan, tapi perjuangan.
Dan selama langit masih menaungi Rawamangun, selama masih ada dosen-dosen yang menyemai ilmu dan keteladanan dengan sabar, selama masih ada mahasiswa yang duduk dengan mata berbinar di ruang kuliah, maka drama ini belum selesai. Ia akan terus hidup. Ia akan terus ditulis oleh generasi yang silih berganti. Karena selama ilmu masih dicari, dan martabat masih dijunjung, UNJ akan terus tumbuh, melampaui waktu, melampaui ruang, untuk menjadi pelita yang tak pernah letih menyala.
Semoga Pelita dari Timur Jakarta ini senantiasa menjadi universitas yang tidak hanya mencerdaskan negeri, tetapi juga memartabatkan. Dirgahayu UNJ yang ke 61 tahun. Mandiri, transformatif, mendunia. (Syf)