Jakarta, Humas UNJ – Aprina Murwanti merupakan dosen Program Studi Magister Pendidikan Seni Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta (FBS UNJ). Ia telah aktif mengajar sejak tahun 2004. Karir akademiknya yang dinamis telah membawanya meraih berbagai pengalaman penting sebagai dosen, konsultan, seniman, praktisi seni, kurator hingga ahli dalam bidang museum.
Wanita yang akrab disapa Nana ini juga merupakan anggota Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI). Ia memiliki latar belakang pendidikan yang unik, dengan gelar S1 Seni Kriya Tekstil dari Institut Teknologi Bandung dan S3 dalam bidang Creative Practice dari University of Wollongong, Australia, melalui beasiswa Islamic Development Bank (IDB).
Aprina adalah salah satu dosen dengan latar belakang pendidikan yang tidak biasa, karena ia langsung menempuh studi S3 tanpa melalui jenjang Magister (S2). Selain itu, ia juga memiliki Graduate Certificate in Business Administration dari University of Wollongong, Australia.
“Awalnya saya tidak sengaja karena beasiswa Dikti sangat terbatas dan sulit didapatkan pada saat itu. Jadi saya mencari tahu dan menemukan beasiswa S3 yang dibiayai oleh IDB (Islamic Development Bank). Saya mencari kampus yang memungkinkan untuk langsung menempuh S3 tanpa S2, dan ternyata syaratnya sangat simpel. Setelah saya cek di Dikti, ternyata memang bisa dan tidak ada masalah dalam proses penyetaraan,” ujarnya.
Setelah lulus dari Australia pada tahun 2013, bidang seni rupa telah membawa Aprina terlibat dalam berbagai organisasi Non-Governmental Organization (NGO) dan menjadi kurator seni pada acara Slow Fashion Lab Exhibition, kerja sama antara Goethe Institut dan Museum of Art and Craft Hamburg, Jerman.
Kurator seni merupakan salah satu bidang keahlian Aprina yang membawanya pada karir akademik sebagai dosen tamu di University of Hamburg, Jerman, pada tahun 2017. Setahun kemudian, ia mendapat kesempatan menjadi Head of Education and Public Program di Museum Modern and Contemporary Art Nusantara (MACAN) hingga tahun 2021, serta menduduki posisi Acting Deputy Director di museum tersebut.
Pengalaman penting di Museum MACAN telah mengilhami Aprina untuk mengemban tanggung jawab yang lebih besar sebagai anggota Museum Education Advisory Panel (MEAP) di National Gallery of Singapore pada tahun 2020-2024.
Aprina juga menceritakan bahwa sejak kuliah, ia mulai memberanikan diri mengajar di University of Sydney, Australia, sebagai casual lecturer, serta menjadi Associate Tutor di University of Glasgow, Skotlandia.
Menurutnya, saat menjadi Associate Tutor, ia banyak berkecimpung dalam menjembatani pengetahuan peserta didik tentang Indonesia dalam aspek sosial dan kebudayaan.
“Sebagai orang Indonesia, bercerita tentang kebudayaan Indonesia itu sangat penting sekali karena akan sangat berbeda ketika orang kulit putih bercerita tentang Indonesia berdasarkan apa yang mereka ketahui,” katanya.
Pada tahun 2021, Aprina kembali ke Indonesia dan terlibat membantu Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai konsultan ahli bidang seni dan kriya.
Pada tahun 2022, ia juga terlibat membantu Direktorat Jenderal Kebudayaan menyusun perencanaan revitalisasi untuk Museum Nasional Indonesia yang diresmikan pada tahun 2024 sebagai konsultan Indonesian Heritage Agency (IHA).
“Pada tahun 2024, saya juga pernah menjadi konsultan kurator galeri Bappenas dan penyusun perencanaan museum Kementerian Agraria dan Tata Ruang dalam pembangunan Museum Agraria, serta menjadi konsultan penata pamer Museum Muara Jambi,” ujarnya.
“Jadi saya banyak terlibat juga di konsultan penataan museum dan menjadi ilmu yang saya tekuni,” katanya.
Pada tahun 2024, ketika sudah berada di Jakarta dan membiasakan diri dengan situasi pandemi Covid-19, Aprina kembali aktif mengajar di Universitas Negeri Jakarta secara tatap muka untuk membagikan pengalaman dan eksperimennya kepada para mahasiswa UNJ.
Mendirikan KiN sebagai Alternatif Ruang Interaksi Anak
Tidak hanya puas dengan pencarian pengalaman dan pengetahuan dalam bidang museum dan seni, Aprina juga berkontribusi dalam pendirian Kids Nusantara (KiN) yang berlokasi di SCBD, Jl. Jenderal Sudirman, Jakarta, sebagai ruang alternatif untuk anak dan keluarga.
Gagasan ini lahir ketika Aprina menyadari bahwa hiburan bagi anak-anak saat ini minim muatan edukasi. Menurutnya, ruang alternatif ini memuat instalasi, galeri, dan ruang bebas untuk anak-anak.
“Tujuan didirikannya KiN adalah untuk menciptakan ruang belajar yang memotivasi anak untuk berpikir kritis melalui materi sejarah dan kebudayaan yang dikemas secara serius, sebagai pendidikan yang nyata,” ungkapnya.

Kesan Terhadap UNJ
Meski dibesarkan dari kampus non-kependidikan, Aprina mengatakan bahwa UNJ telah memberikan pemahaman penting dalam karir akademik dan intelektualnya, khususnya dalam bidang pedagogik.
“Di UNJ, saya belajar pedagogi dan empati. Dari anak-anak, saya belajar sopan santun dan bagaimana menjadi seorang guru. Dengan lensa ini, saya bisa melihat pendidikan lebih luas, sesuatu yang tidak saya dapatkan di kampus lain. Ini sangat berguna sebagai modal bekerja di ranah seni dan museum. Terima kasih saya ucapkan kepada UNJ,” katanya.
Menurut Aprina, pemahaman pedagogik menjadi keunggulan utama yang dimiliki UNJ. Keunggulan ini dapat menjadi perspektif dalam mengembangkan ilmu pengetahuan tentang museum. Ia berharap ke depannya UNJ juga memiliki museum pendidikan maupun galeri pendidikan sebagai muatan edukasi kepada publik tentang pedagogik.
“Tentu ini menjadi peluang yang bisa membawa UNJ ke depan, dan kita bisa menciptakan peluang kolaborasi dengan kampus lain,” katanya.