Di Balik Tirai Diplomasi: Orkestra Senyap Panitia Menyambut Kunjungan Presiden Macron ke UNJ

Bagikan

  1. Home
  2. »
  3. Feature
  4. »
  5. Di Balik Tirai Diplomasi: Orkestra Senyap…

Berita Terbaru

Humas UNJ Raih Penghargaan 3 Tahun Berturut-turut pada Ajang AHI

Dari Sekolah Binaan UNJ ke Sorotan Dunia: Jejak Emas Program France Track SMA Labschool Cibubur yang Menarik Langkah Presiden Prancis ke Rawamangun

Dari Panggung Frankofoni ke Panggung Sejarah: Hadirnya Presiden Macron di UNJ

Dari Kelas Labschool Cibubur ke Panggung Dunia: Program France Track dan Jejak Diplomasi yang Memanggil Presiden Macron ke UNJ

Ketika Bahasa Menembus Batas: Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FBS UNJ Menuntun Resonansi Langkah Presiden Macron ke Rawamangun

Mengawal Momentum, Merancang Masa Depan: Peran Strategis Wakil Rektor Kerja Sama dan Bisnis dalam Menyambut Kunjungan Bersejarah Presiden Macron ke UNJ

Jakarta-Humas UNJ. Ketika riuh tepuk tangan menggema di Aula Latief Hendraningrat pada 28 Mei 2025, ketika kamera-kamera membidik langkah pertama Presiden Emmanuel Macron menyusuri koridor kampus Universitas Negeri Jakarta (UNJ), tidak banyak yang melihat bagaimana irama diplomasi ini telah lama ditabuh oleh mereka yang bekerja dalam diam, yakni panitia.

Mereka bukan diplomat, bukan pejabat tinggi, bukan pula tokoh utama di layar televisi. Namun tanpa mereka, tidak ada alur, tidak ada skenario, tidak ada protokol yang rapi menyambut seorang kepala negara, dan tidak ada panggung sejarah yang bisa di tulis dari langkah seorang Presiden Prancis datang ke UNJ. Dalam senyap, panitia yang di bawah nakhoda Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Bisnis menjadi arsitek dari sebuah momen bersejarah dari kunjungan Presiden Prancis ke kampus Rawamangun, sebagai tanda 75 tahun persahabatan damai antara Indonesia dan Prancis.

Berhari-hari sebelum pesawat kepresidenan mendarat, panitia telah berjibaku. Menyusun daftar tamu, berkoordinasi dengan protokoler istana dan keamanan Prancis, memetakan jalur kedatangan, menyortir siapa yang duduk di barisan depan, siapa yang menyambut dengan senyum, siapa yang memastikan keamanan di podium, dan siapa yang merekam dan mematri sejarah ini dalam teks dan visual.

Di tengah segala keterbatasan, panitia membangun simulasi demi simulasi. Tak hanya tentang logistik dan tata ruang, tapi juga tentang simbol. Sebab, ini bukan sekadar kunjungan, ini adalah panggung peradaban. UNJ yang sedang menapaki jalan sebagai World Class University mesti tampil bukan sebagai kampus biasa, melainkan sebagai duta budaya dan ilmu bangsa.

Panitia mendesain backdrop yang merepresentasikan semangat kolaborasi internasional. Panitia menyulap aula menjadi ruang pertemuan antarbangsa. Panitia melatih mahasiswa untuk menyambut dengan gestur ramah yang penuh wibawa. Bahkan, mereka menyiapkan skenario cadangan untuk segala kemungkinan, dari hujan, gangguan teknis, atau keterlambatan tamu negara. 

Saat acara dimulai dan semua berjalan nyaris sempurna, tak ada satu pun nama panitia yang disebut. Tapi begitulah mereka. Dalam dunia di mana perhatian sering terfokus pada sorotan lampu, mereka memilih berada di belakang layar, untuk memastikan bahwa drama besar ini berjalan tanpa cela.

Di akhir hari, ketika Presiden Macron telah meninggalkan kampus, ketika para hadirin pulang membawa kisah dan kebanggaan, justru para panitia masih bertahan. Mereka membongkar perlengkapan, merapikan aula, mengarsipkan dokumen, dan menarik napas panjang sambil bergumam “Kita berhasil.”

Karena sejarah pada akhirnya bukan hanya ditulis oleh tokoh-tokoh besar yang tampil di panggung utama. Ia juga disulam oleh tangan-tangan kecil yang bekerja tanpa jeda, oleh mereka yang tak tercatat namanya namun menjadi denyut nadi dari setiap keberhasilan besar. Begitu pula kedatangan Presiden Macron ke UNJ, ia adalah simfoni besar yang diiringi oleh orkestra panitia di balik tirai.

Ketika kamera televisi memotret kehangatan antara dua bangsa, kamera hati panitia memotret sekelompok manusia yang memilih untuk tidak terlihat, agar segala yang lain bisa terlihat sempurna. Panitia adalah punggung dari pesta besar itu, dan jika UNJ hari itu tampil sebagai kampus kelas dunia, maka di pundak panitialah dunia itu bertumpu. Maka izinkan sejarah mencatat, bahwa kunjungan Presiden Macron ke UNJ bukan hanya tentang diplomasi dan orasi. Ia adalah tentang kerja keras tanpa nama, pengabdian tanpa sorotan, dan cinta terhadap almamater yang dibuktikan dengan tindakan, bukan ucapan. Di sanalah panitia berdiri, diam, tapi mendalam. Sunyi, tapi menentukan. (Syf)