Kiprah Indro Moerdisuroso dalam Jejak Estetika di Kampus UNJ

Ikuti kami

Bagikan

  1. Home
  2. »
  3. Berita
  4. »
  5. Dukung Visi World Class University, UNJ…

Berita Terbaru

Kantor Humas dan IP UNJ Raih 5 Penghargaan Pada Ajang IDEAS 2025, Dari Juara Budaya Inklusif hingga Manajemen Krisis

Humas UNJ Raih Penghargaan 3 Tahun Berturut-turut pada Ajang AHI

Prodi Pendidikan Tata Rias FT UNJ Hadirkan “Nawasena” dalam Pagelaran Rias Pengantin Indonesia 2025

Bahas Pentingnya Keterbukaan Informasi Publik di Era Digital, UNJ Hadirkan Komisioner KIP dalam Diskusi Publik

UNJ Gelar Kampanye Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia 2025

Dukung Visi World Class University, UNJ Gelar Forum Kolaborasi PTN Eks IKIP

UNJ Peduli Serahkan Bantuan Donasi kepada PMI Kota Padang untuk Disalurkan kepada Korban Bencana di Sumatra Barat

Jakarta, Humas UNJ — Di balik sejumlah landmark ikonik di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), terdapat sosok dosen yang telah lama berkontribusi dalam membentuk wajah estetika kampus. Sosok tersebut adalah Indro Moerdisuroso, dosen Program Studi Pendidikan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) UNJ ini dikenal sebagai penggagas berbagai elemen seni yang memperkaya lingkungan kampus.

Menurut Indro, peradaban manusia bertumpu pada tiga pilar utama, yaitu: logika, etika, dan estetika. Ketiganya harus hadir secara seimbang, baik dalam diri manusia maupun lingkungan tempat ia hidup. “Ketiga pilar ini menentukan tinggi rendahnya peradaban. Maka, harus dibangun secara harmonis,” ujarnya.

Di lingkungan pendidikan tinggi, termasuk UNJ, keberadaan objek estetik menjadi penanda penting dari hadirnya pilar estetika. “Kampus yang memahami filsafat, tentu mengajarkan tiga dasar itu. Patung, sebagai objek estetik, menjadi simbol bahwa kita belajar logika, etika, dan estetika,” jelasnya.

Indro mengenal UNJ sejak masa SMA di Labschool Rawamangun pada 1978. Ia kemudian melanjutkan studi S1 di Pendidikan Seni Rupa UNJ (1981–1986), D3 Akuntansi di Universitas Jayabaya, serta S2 dan S3 di bidang Pengkajian Seni Rupa di ISI Yogyakarta.

Kariernya sebagai dosen dimulai sejak 1984, saat ia diminta membantu mengajar oleh salah satu dosen. “Mahasiswa pertama yang saya ajar adalah angkatan 1986, dua tahun di bawah saya,” kenangnya.

Patung Arjuna Memanah: Simbol Pendidikan dan Masa Depan

Salah satu kontribusi monumental Indro adalah patung Arjuna memanah yang berdiri di depan gedung Fakultas Bahasa dan Seni. Patung setinggi empat meter itu dibuat dari bahan teraso, terinspirasi dari puisi Kahlil Gibran “Anakmu bukan milikmu”. Figur Arjuna dipilih karena dikenal sebagai pemanah ulung dalam kisah wayang Purwa.

“Busur adalah orang tua, anak panah adalah anak. Semakin kuat busur ditarik, semakin jauh anak panah melesat. Ini menggambarkan kualitas pendidikan yang menentukan masa depan anak,” jelasnya.

Patung tersebut dibuat secara semi-abstrak untuk memperluas imajinasi dan penafsiran, merepresentasikan interaksi antara pendidik dan peserta didik. Dahulu patung tersebut berada di halaman Fakultas Bahasa dan Seni dan saat ini telah dipindah seiring proses pembangunan gedung baru kampus dan berada di halaman gedung Pustikom.

Teater Terbuka dan Landmark UNJ

Pada 2004, Indro turut merancang Teater Terbuka UNJ, yang dikenal sebagai Terbuk, serta monumen berbentuk konfigurasi buku dan objek terbang. Karya ini dibangun sebagai bagian dari transformasi IKIP Jakarta menjadi UNJ pada 1999.

Ia juga merancang identitas visual UNJ, termasuk logo, atribut wisuda, toga, kalung pimpinan, panji, dan pedel. “Semua dirancang dalam satu paket, berkejaran dengan operasional UNJ yang harus memakai identitas baru,” ujarnya.

Monumen buku dan objek terbang di Teater Terbuka memiliki makna mendalam. Buku melambangkan manusia pembelajar, dengan lima ring penjilid yang merepresentasikan nilai Pancasila dan rukun Islam. Tiga objek terbang melambangkan Tri Dharma Perguruan Tinggi dan harapan agar mahasiswa menjadi pemimpin masa depan.

“UNJ punya motto Building Future Leaders. Kampus harus membentuk pemimpin yang visioner dan membumi, bukan sekadar calon pekerja,” tegasnya.

Material patung menggunakan tembaga asli tanpa cat, melambangkan kejujuran dan transparansi. Kombinasi dengan granit hijau—warna korporat UNJ—menyimbolkan kekuatan dan ketangguhan seorang pemimpin.

Gapura dan Wajah Kampus

Pada tahun yang sama, dibangun pula gapura UNJ di Jalan Rawamangun Muka. Meski belum sepenuhnya sesuai desain awal, gapura tersebut merupakan bagian dari wajah kampus yang terdiri dari Teater Terbuka, monumen, pedestrian di atas sungai, gardu parkir, dan pagar kampus.

“Desain gapura diolah dari selembar kertas yang berdiri melengkung, bukan tiang tinggi. Kertas adalah simbol utama manusia pembelajar,” jelasnya.

Sayangnya, bagian pedestrian yang dirancang dengan motif estetik belum sempat terealisasi hingga kini. Dirinya berharap makna dari pada patung tersebut tetap tersampaikan bagi manusia pembelajar di UNJ.

Tugu Masjid Nurul Irfan: Cahaya dari Batu

Indro juga berkontribusi dalam pembuatan tugu penanda Masjid Nurul Irfan. Huruf “Nurul Irfan” dibuat dari logam bercahaya menyerupai emas, muncul dari batu besar yang kokoh. “Ini melambangkan cahaya yang muncul dari dalam, sesuai makna masjid sebagai sumber pencerahan,” ujarnya.

seiring berjalannya waktu, warna pada patung batu tersebut mulai memudar dari bentuk asli awalnya, Menurut Indro untuk terlihat maksimal, pewarnaan ulang perlu dilakukan kembali.

Seni sebagai Penyeimbang Ruang

Indro menekankan pentingnya seni dalam lingkungan kampus. “Di tengah bangunan teknik, seni melengkapi secara humanistik. Seni memperkuat ruang, membuatnya lebih hidup,” katanya.

Ia berharap pembangunan kampus UNJ yang kini semakin kolosal tetap memberi ruang bagi objek estetik. “UNJ yang megah dan dilengkapi elemen estetika akan menjadi kompleks manusia pembelajar yang canggih dan beradab, mendukung visi UNJ sebagai kampus kelas dunia,” tutupnya.