Jakarta, Humas UNJ – Pada pagi yang syahdu, 3 Juni 2025, Aula Latif Hendraningrat Universitas Negeri Jakarta (UNJ) menjadi saksi momen agung yang akan tercatat dalam jejak sejarah kebudayaan dan pendidikan bangsa. Di ruang yang sarat akan atmosfer intelektual itu, Prof. Liliana Muliastuti dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Pengajaran BIPA (Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing) pada Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) UNJ. Sebuah momen puncak dari perjalanan panjang yang dijalani dengan ketekunan, ketulusan, dan keyakinan bahwa bahasa bukan hanya alat komunikasi, melainkan jembatan antarjiwa, antarbangsa, dan antarmanusia.

Seiring denting musik yang mengiringi suasana batin pengukuhan, langkah Prof. Liliana menuju mimbar orasi seperti langkah seorang duta budaya yang telah mengembara menembus batas bahasa dan budaya. Di hadapan para akademisi, mahasiswa, keluarga, dan undangan kehormatan, ia menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Inklusivitas dalam Pengajaran BIPA: Pilar Internasionalisasi Bahasa Indonesia”.
Judul itu bukan sekadar pernyataan akademik. Ia adalah gema dari tekad panjang yang dibangun dengan kerja diam-diam namun berdampak luas, menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa dunia, bukan dengan paksaan, melainkan dengan keramahtamahan, dengan inklusi, dengan cinta.

Dalam orasinya, Prof. Liliana merumuskan pengajaran BIPA sebagai medan inklusif, tempat di mana bahasa bukan dilazimkan sebagai syarat keindonesiaan, tetapi dirayakan sebagai medium perjumpaan lintas identitas. Ia membongkar paradigma lama yang kaku dan mengusulkan pendekatan baru yang menempatkan pelajar asing bukan sebagai “tamu” yang harus menyesuaikan diri, melainkan sebagai mitra aktif dalam dialektika kebahasaan dan budaya. Inilah fondasi dari internasionalisasi bahasa yang sejati, dan bukan sekadar ekspansi, tetapi ekspresi dari jati diri bangsa yang terbuka.
Lebih dari itu, Prof. Liliana mengajarkan bahwa mengajarkan Bahasa Indonesia bukan hanya soal gramatika, diksi, atau idiom. Ia adalah seni menyampaikan nilai-nilai Pancasila dalam percakapan, mengenalkan toleransi melalui tutur, dan menyisipkan semangat gotong royong dalam setiap dialog.
Pengukuhan ini bukan hanya anugerah pribadi bagi Prof. Liliana, tetapi juga menjadi penanda bangkitnya optimisme baru terhadap posisi Bahasa Indonesia di dunia. Di tangannya, BIPA bukan sekadar program pendidikan, melainkan gerakan budaya, misi diplomasi, dan perwujudan kasih sayang Indonesia kepada dunia.
Dan ketika aula bergemuruh oleh tepuk tangan penuh hormat, tersirat satu kesadaran bahwa di balik setiap pelafalan “terima kasih” oleh penutur asing, terdapat kerja sunyi para pendidik seperti Prof. Liliana yang dengan sabar membuka gerbang bahasa, menanamkan nilai, dan menumbuhkan cinta pada Indonesia.
Hari itu, bukan hanya gelar yang dikukuhkan, melainkan sebuah semangat kebangsaan. Bahwa di dunia yang kian terfragmentasi, kita masih punya bahasa yang menyatukan. Dan Prof. Liliana Muliastuti adalah salah satu penjaganya.
Prof. Liliana bukan sekadar Guru Besar FBS UNJ, tetapi ia adalah duta bahasa yang menyalakan obor Indonesia di panggung dunia melalui kedigdayaan bahasa Indonesia. (Syf)