Penerima BSBI Antusias Ikuti Workshop Batik Betawi yang Diselenggarakan oleh UNJ

Ikuti kami

Bagikan

  1. Home
  2. »
  3. Berita
  4. »
  5. Magister Manajemen Lingkungan UNJ dan DLH…

Berita Terbaru

Kantor Humas dan IP UNJ Raih 5 Penghargaan Pada Ajang IDEAS 2025, Dari Juara Budaya Inklusif hingga Manajemen Krisis

Humas UNJ Raih Penghargaan 3 Tahun Berturut-turut pada Ajang AHI

Wakil Rektor UNJ Bidang Kerja Sama dan Bisnis Raih Penghargaan Internasional IMLA Tahun 2025 atas Dedikasi Pengembangan Bahasa Arab di Indonesia

Pijar Foundation dan The Nippon Foundation Dukung Penguatan Unit Layanan Disabilitas di BP3 UNJ

Sivitas SMP Labschool UNJ Jakarta Salurkan Donasi melalui UNJ Peduli untuk Korban Bencana Sumatra

Hadirkan Pengalaman Citarasa Asia, Prodi Pendidikan Tata Boga FT UNJ Gelar Asian Food Festival

UNJ Resmi Tutup Pelatihan Dasar Calon Pegawai Tetap PTNBH Tahun 2025

Jakarta, Humas UNJ — Suasana kreatif dan penuh warna mewarnai ruang seni Universitas Negeri Jakarta (UNJ) selama dua hari ini. Betawi Art Workshop: Batik  berlangsung pada 3–4 Juli 2025 dan kegiatan ini merupakan bagian dari program Beasiswa Seni dan Budaya Indonesia (BSBI) yang diikuti oleh mahasiswa internasional dari berbagai negara.

Dalam workshop ini, para peserta dibimbing langsung oleh dosen seni rupa Fakultas Bahasa dan Seni UNJ, Aprina Murwanti, bersama lima dosen lainnya serta sejumlah mahasiswa pendamping. Kegiatan ini bertujuan memperkenalkan seni batik Betawi sebagai bagian dari warisan budaya Indonesia yang kaya akan makna dan nilai-nilai filosofis.

Pada hari pertama, peserta diperkenalkan pada prinsip dasar membatik, mulai dari terminologi, sejarah, hingga cara membedakan batik tulis dengan kain bermotif batik. Salah satu fokus utama adalah menekankan bahwa batik bukan sekadar produk tekstil, melainkan media komunikasi visual dan ekspresi budaya.

Peserta juga diajak mengenal keragaman motif batik dari berbagai daerah di Indonesia—mulai dari Sumatera, Jawa, hingga Papua—dengan Batik Betawi sebagai titik awal pembelajaran. Menariknya, mereka diberi kebebasan untuk menggabungkan motif batik Indonesia dengan unsur budaya dari negara asal masing-masing, sebagai bentuk kolaborasi lintas budaya (cross-cultural collaboration).

“Batik itu sangat fleksibel dan menyenangkan. Walau ada pakemnya, dalam konteks seni rupa, batik adalah keterampilan yang sangat transferable dan versatile,” ujar Aprina.

Suasana workshop tampak semarak. Aroma malam (lilin batik) memenuhi ruangan, sementara tangan-tangan peserta asing sibuk mengguratkan canting di atas kain putih, menciptakan motif yang memadukan unsur budaya Indonesia, khususnya Betawi, dengan identitas budaya mereka sendiri.

Pada hari kedua, setelah menyelesaikan desain batik secara individu, peserta melanjutkan dengan membuat batik secara berkelompok. Tahap akhir yang disebut “nglorot”—yakni proses menghilangkan lilin dari kain setelah pewarnaan—menjadi momen yang paling dinanti. Pada tahap ini, motif batik yang sebelumnya tersembunyi di balik lilin akhirnya tampak utuh dan indah.

Menurut Aprina, workshop ini dirancang agar peserta memperoleh tiga aspek utama: pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Pengetahuan mencakup sejarah dan teknik membatik, keterampilan meliputi proses pembuatan batik dari awal hingga akhir, dan sikap mencerminkan apresiasi terhadap batik sebagai warisan budaya dunia.

Salah satu peserta, Emmanuel dari Tanzania, mengungkapkan antusiasmenya.

“Saya sangat senang mengikuti kegiatan ini. Ini pertama kalinya saya melihat batik secara langsung. Bagian favorit saya adalah saat mendesain sketsa karena saya bisa mengeksplorasi ide sebebas mungkin. Bahkan di atas kain pun saya masih bisa menambahkan banyak detail sebelum menggunakan canting,” ujarnya penuh semangat.

Workshop ini tidak hanya menjadi ajang pembelajaran seni, tetapi juga ruang pertemuan budaya yang mempererat pemahaman lintas negara melalui kain batik sebagai medium ekspresi bersama.