Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), yang diperingati setiap 2 Mei, bukan sekadar mengenang jasa Ki Hadjar Dewantara sebagai Bapak Pendidikan Nasional. Lebih dari itu, Hardiknas merupakan panggilan moral bagi seluruh anak bangsa untuk merenungi kembali makna pendidikan dalam membangun peradaban. Dalam semangat itu, pemikiran tiga tokoh srikandi luar biasa, yaitu Prof. Maftuchah Yusuf, Prof. Conny R. Semiawan, dan Prof. A. Suhaenah Suparno, yang pernah memimpin Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang sebelumnya bernama Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Jakarta dapat menjadi bahan refleksi mendalam atas peran dan tanggung jawab kita terhadap masa depan bangsa melalui pendidikan.
Srikandi pertama, yaitu Prof. Maftuchah Yusuf, ia menjadi Rektor IKIP Jakarta (kini UNJ) pertama pada tahun 1966 – 1967.Bagi Prof. Maftuchah Yusuf, pendidikan adalah sarana untuk membentuk karakter bangsa yang kuat, berintegritas, dan berkontribusi positif bagi masyarakat. Ia percaya bahwa pendidikan harus mencakup aspek intelektual, moral, lingkungan, dan sosial, serta menekankan peran penting keluarga dan perempuan dalam proses pendidikan.
Prof. Maftuchah Yusuf juga dikenal sebagai pelopor pendidikan lingkungan di Indonesia. Ia menekankan pentingnya pendidikan lingkungan dalam membentuk generasi yang sadar, peduli, dan bertanggung jawab terhadap pelestarian alam. Menurutnya, pendidikan lingkungan harus menjadi bagian integral dari kurikulum formal maupun nonformal, guna menumbuhkan kesadaran ekologis yang berkelanjutan.
Prof. Maftuchah Yusuf juga menyoroti pentingnya pendidikan keluarga sebagai fondasi moral anak-anak. Ia mengkritik kurangnya perhatian terhadap pendidikan keluarga dalam kebijakan nasional, khususnya dalam UU No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional di masa lalu. Prof. Maftuchah Yusuf menekankan bahwa pendidikan ibu sangat penting, karena ibu adalah pendidik pertama dalam keluarga.
Dalam konteks Hardiknas, pemikiran Prof. Maftuchah Yusuf mengingatkan kita bahwa sekolah bukan satu-satunya ruang belajar; rumah dan masyarakat pun memegang peranan sentral dalam membangun manusia Indonesia seutuhnya. Baginya, pendidikan bukan hanya soal pengetahuan, tetapi tentang karakter, etika, dan kesadaran lingkungan. Beberapa karya buku Prof. Maftuchah Yusuf, antara lain: (1) Pendidikan Kependudukan dan Etika Lingkungan; (2) Mencipta Generasi Membangun Bangsa; (3) Peran Perguruan Swasta dalam Pembangunan; dan masih banyak lagi karya yang ditorehkan oleh Prof. Maftuchah Yusuf mengenai pemikiran pendidikan.
Srikandi UNJ selanjutnya, yaitu Prof. Conny R. Semiawan yang menjadi Rektor UNJ perempuan kedua dengan dua periode, yaitu tahun 1984 – 1988; dan tahun 1988 – 1992. Berbeda dengan Prof. Maftuchah Yusuf namun saling melengkapi, Prof. Conny R. Semiawan memperjuangkan pendidikan sebagai ruang aktualisasi diri. Ia dikenal sebagai pelopor Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) yang revolusioner pada masanya. Dengan pendekatan ini, Prof. Conny R. Semiawan memberikan kontribusi besar dalam mengembangkan sistem pendidikan yang lebih humanistik dan berorientasi pada pengembangan potensi individu secara menyeluruh.
Prof. Conny R. Semiawan memandang pendidikan sebagai proses yang berorientasi pada pertumbuhan dan perkembangan manusia secara menyeluruh. Prof. Conny R. Semiawan menekankan bahwa pendidikan harus membantu individu untuk mengaktualisasikan dirinya, yakni mengembangkan potensi yang ada dalam diri manusia. Dalam pandangannya, guru berperan sebagai fasilitator dan motivator, sementara murid adalah subjek aktif yang memiliki potensi tersendiri dan unik. Metode pembelajaran yang ditekankan adalah yang menekankan pada proses pemahaman dibandingkan hasil akhir, dengan tujuan membentuk individu yang kreatif, kritis, dan bertanggung jawab.
Prof. Conny R. Semiawan juga menyoroti pentingnya pendidikan anak usia dini yang menekankan pada belajar sambil bermain. Menurutnya, bermain adalah kegiatan serius namun menyenangkan bagi anak, yang melalui aktivitas tersebut dapat mengembangkan semua aspek potensinya secara optimal, baik fisik, mental, intelektual, maupun spiritual. Prof. Conny R. Semiawan mengkritik model pendidikan yang terlalu menekankan pada hafalan dan mengejar peringkat, yang dapat menghilangkan masa bermain anak yang sangat penting untuk perkembangan mereka.
Dalam konteks Hardiknas, Prof. Conny R. Semiawan mengingatkan kita bahwa pendidikan tidak boleh otoriter dan harus menekankan bahwa peserta didik harus menjadi subjek aktif dalam proses belajar. Di tengah arus digitalisasi dan disrupsi, gagasan Prof. Conny R. Semiawan menjadi sangat relevan, yang dimana pendidikan harus mampu membebaskan pikiran, menumbuhkan kreativitas, dan mendorong refleksi, bukan sekadar mengejar nilai. Banyak karya yang sudah dituliskan oleh Prof. Conny R. Semiawan, antara lain: (1) Penerapan Pembelajaran Pada Anak; (2) Strategi Pengembangan Otak: Dari Revolusi Biologi ke Revolusi Mental; (3) Kreativitas Keberbakatan: Mengapa, Apa, dan Bagaimana; dan (4) Dimensi Kreatif Dalam Filsafat Ilmu.
Berikutnya srikandi ketiga UNJ, yaitu Prof. A. Suhaenah Suparno. Ia adalah perempuan ketiga yang menjadi Rektor UNJ pada tahun 1992 – 1996. Prof. A. Suhaenah Suparno menegaskan pentingnya pendidikan dalam membangun kompetensi belajar jangka panjang. Ia percaya bahwa pendidikan tidak boleh berhenti pada penguasaan materi, tetapi harus mendorong peserta didik untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat.
Prof. A. Suhaenah Suparno adalah tokoh pendidikan Indonesia yang dikenal karena kontribusinya dalam pengembangan kompetensi belajar dan pendidikan yang berorientasi pada pengembangan potensi individu. Ia menekankan pentingnya pendidikan sebagai sarana untuk membentuk individu yang mandiri, kreatif, dan bertanggung jawab.
Prof. A. Suhaenah Suparno menekankan bahwa pendidikan bukan sekadar proses transfer pengetahuan, tetapi merupakan upaya untuk mengembangkan kompetensi belajar peserta didik. Prof. A. Suhaenah Suparno berpendapat bahwa pendidikan harus membantu individu untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan reflektif. Selain itu juga menurut Prof. A. Suhaenah Suparno, guru berperan sebagai fasilitator yang menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, memberikan bimbingan, dan mendorong siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran. Prof. A. Suhaenah Suparno juga menekankan pentingnya pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa, di mana peserta didik diberi ruang untuk mengeksplorasi, bertanya, dan menemukan pengetahuan secara mandiri.
Selain fokus pada kompetensi belajar, Prof. Suhaenah juga memberikan perhatian pada pemanfaatan dan pengembangan sumber belajar. Dalam pandangannya, sumber belajar yang beragam dan relevan sangat penting untuk mendukung proses pembelajaran yang efektif dan menyenangkan. Prof. A. Suhaenah Suparno mendorong penggunaan berbagai media dan teknologi pendidikan untuk memperkaya pengalaman belajar siswa.
Dalam refleksi Hardiknas, Prof. A. Suhaenah Suparno mengajak kita untuk melihat pendidikan sebagai proses berkelanjutan yang membekali manusia dengan kemandirian, tanggung jawab, dan kapasitas berpikir kritis. Banyak karya yang sudah dituliskan oleh Prof. A. Suhaenah Suparno antara lain: (1) Membangun Kompetensi Dasar; dan (2) Pembelajaran Siswa Kreatif.
Tiga srikandi UNJ ini bukan hanya mewakili kepemimpinan akademik perempuan di Indonesia, tetapi juga menghadirkan pemikiran pendidikan yang inklusif, progresif, dan berakar pada nilai-nilai kemanusiaan. Dalam cahaya Hardiknas, kita diajak untuk tidak sekadar mengenang perjuangan mereka, tetapi menjadikan pemikiran mereka sebagai landasan untuk merancang sistem pendidikan yang lebih adil, kreatif, dan membebaskan.
Di tengah berbagai tantangan, ketimpangan akses, degradasi moral, hingga krisis identitas, semangat tiga srikandi UNJ ini tetap relevan. Pendidikan bukan sekadar alat pembangunan ekonomi, melainkan jalan menuju pembebasan manusia. Hardiknas adalah saat terbaik untuk menghidupkan kembali semangat itu, yakni membangun bangsa melalui pendidikan yang manusiawi dan berkelanjutan.