Humas UNJ, Jakarta – Priyaka Irfan Astama, atau yang akrab disapa Ipang, adalah sosok inspiratif yang membuktikan bahwa keterbatasan fisik bukanlah halangan untuk meraih mimpi. Lahir pada 24 Januari 1995, perjalanan hidup Ipang adalah bukti nyata bahwa kerja keras, semangat, dan keberanian dapat mengubah keterbatasan menjadi kesuksesan.
Sejak kecil, Ipang telah menunjukkan tekad kuat untuk mengatasi tantangan. Ia memulai pendidikan di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Santi Rama Cipete, Jakarta Selatan. Namun, dorongan besar dalam dirinya untuk belajar lebih luas dan bergaul dengan teman-teman non-disabilitas membuatnya memutuskan untuk pindah ke sekolah umum.
Langkah ini bukan tanpa hambatan. Ia harus mengejar banyak hal yang sebelumnya tidak ia pelajari di SDLB. Meski demikian, dengan semangat luar biasa, ia mampu menyesuaikan diri dan bahkan melampaui ekspektasi. “Aku ingin menunjukkan bahwa tuli bukanlah hambatan. Aku ingin belajar, berkembang, dan setara dengan teman-teman lainnya,” ujar Ipang.
Tekadnya semakin kuat saat ia melanjutkan pendidikan ke SMPN 40 Jakarta. Di sana, ia terus membuktikan bahwa disabilitas tidak membatasi kemampuannya. Sikap pantang menyerah ini berlanjut hingga ia melanjutkan pendidikan di SMKN 6 Jakarta dengan jurusan animasi.
Saat SMK, Ipang bahkan berani mengkritisi sistem pendidikan nasional terkait aksesibilitas bagi disabilitas dan langsung datang ke kantor walikota untuk mengajukan usulan. Usulannya saat itu adalah penggunaan headset khusus dalam ujian listening atau diganti dengan tes lainnya yang lebih mudah diakses oleh siswa tunarungu.
Dunia olahraga adalah panggung lain di mana Ipang menunjukkan kemampuannya. Sejak usia 16 tahun, ia telah mengharumkan nama DKI Jakarta sebagai atlet taekwondo tuli pertama yang bertanding di ajang nasional dan internasional. Banyak sekali prestasi yang diraihnya kala itu. Salah satu prestasi paling membanggakannya adalah menjadi perwakilan Indonesia di Deaflympics 2013.
Namun, prestasi-prestasi tersebut bukanlah hasil instan. Ipang harus berlatih keras, menghadapi keterbatasan komunikasi dengan pelatih dan tim, serta membangun kepercayaan diri di tengah banyaknya tantangan. “Aku selalu percaya bahwa usaha tidak pernah mengkhianati hasil. Jika kita terus berjuang, kesuksesan pasti akan datang,” ungkapnya.
Tak hanya menjadi atlet, ia juga berbagi ilmu sebagai pelatih taekwondo untuk anak-anak non-disabilitas. Dedikasinya ini menjadi bukti bahwa inklusivitas dapat terwujud melalui ketekunan dan niat tulus.
Kemudian, Ipang melanjutkan pendidikannya di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dengan mengambil program studi S-1 Ilmu Keolahragaan. Hal ini merupakan keinginannya untuk mempelajari lebih dalam dunia olahraga dan menjadi pelatih taekwondo.
Berkuliah dan berbaur dengan teman-teman non-disabilitas lainnya bukanlah hal yang mudah, banyak tantangan yang dihadapi Ipang kala itu. Salah satu tantangan utamanya adalah komunikasi. Ia kesulitan untuk berkomunikasi dengan dosen dan teman-temannya hingga terkadang harus menggunakan bahasa isyarat agar dapat dimengerti oleh yang lainnya. Beruntung saat itu UNJ telah memiliki relawan disabilitas yang siap membantu teman-teman disabilitas.
Ipang mengakui bahwa Relawan Disabilitas UNJ telah banyak membantunya selama masa studi. “Relawan di UNJ sangat membantu saya, terutama dalam memahami materi kuliah dan berkomunikasi dengan dosen. Mereka juga membantu saya dalam kegiatan-kegiatan yang saya ikuti,” ujarnya.
Sebagai institusi pendidikan, UNJ terus menerus menunjukkan komitmennya dalam mendukung inklusivitas. Sejak tahun 2012, UNJ telah memiliki Relawan Disabilitas (Redis), sebuah komunitas yang didedikasikan untuk membantu mahasiswa disabilitas mengatasi tantangan mereka dalam dunia pendidikan.
Selain itu, UNJ juga rutin mengadakan kegiatan seperti seminar inklusivitas, pelatihan keterampilan, dan diskusi terbuka untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya aksesibilitas di dunia pendidikan. Dengan adanya Relawan Disabilitas serta berbagai kegiatan dan fasilitas yang ramah disabilitas, UNJ menjadi salah satu kampus yang memberikan kesempatan setara bagi mahasiswa disabilitas untuk berkembang.
Setelah menyelesaikan pendidikan S-1 di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dalam waktu 3,5 tahun, Ipang melanjutkan pendidikannya untuk meraih gelar Magister (S-2) di Universitas Negeri Jakarta. Masih menggeluti bidang yang sama yaitu olahraga, ia terus berlatih dan akhirnya meraih beberapa prestasi lainnya di bidang taekwondo. Saat itu, ia menjadi inspirasi dosen dan teman-temannya karena lulus S-1 dalam 3,5 tahun dan berhasil mencetak banyak prestasi, di antaranya:
- 2nd Winner of Trophy Government of Jakarta, Senior Male Poomsae Individual (April 14-15, 2016)
- 3rd Winner of Jakarta Province Championship, Senior Male Poomsae Individual (2016)
- 2nd Winner of 2013 National Sport Student, Senior Male Poomsae Team (2017)
- 3rd Winner of 2013 National Sport Student, Senior Poomsae Pair (2017)
- 2nd Winner of The 3rd Heroes Taekwondo International Championship, Under 30 Individual Poomsae, Bangkok, Thailand (2017)
Sederet prestasi tersebut membuat dosen-dosen UNJ terus memberikan motivasi selama perjalanan studinya. “Para dosen di UNJ sangat membantu, bahkan memberikan semangat untuk melanjutkan pendidikan hingga ke jenjang yang lebih tinggi,” tambah Ipang.
Oleh karena itu, pada tahun 2018, Ipang mencoba untuk mendaftar ke program S-2 di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) tetapi belum berhasil. Tidak menyerah, ia mencoba lagi pada tahun 2019 dan akhirnya diterima. Selama pandemi, ia mengikuti perkuliahan online sambil menjadi pelatih taekwondo untuk anak-anak non-disabilitas. Dengan bekal semangat yang tidak putus dan lingkungan yang mendukung, Ipang berhasil mengantongi gelar Magister Pendidikan Jasmani.
Hasil dari banyaknya diskusi saat S-2 membuat Ipang sadar bahwa keterbatasan bukanlah halangan untuk memberikan dampak yang lebih besar lagi, untuk lebih bermanfaat. Ipang melanjutkan perjuangannya di dunia profesional. Dengan penuh semangat, Ipang membagikan kisahnya saat ia melamar ke 100 perusahaan—50 internasional dan 50 nasional—sebelum akhirnya diterima bekerja di BUMN, di salah satu bank terbesar di Indonesia yaitu Bank Mandiri. Ia bergabung sebagai karyawan disabilitas pertama di divisi HRD.
Di sana, ia tidak hanya menjalankan tugasnya dengan baik, tetapi juga menjadi pelopor inklusivitas. Ia membantu perusahaan merekrut dan melatih karyawan disabilitas lainnya, serta mengembangkan program yang ramah bagi penyandang disabilitas. “Dunia kerja adalah tempat di mana kita bisa menunjukkan bahwa kemampuan tidak ditentukan oleh fisik, tetapi oleh semangat dan kerja keras,” katanya.
Ipang memiliki visi besar untuk menciptakan inklusivitas ekonomi bagi penyandang disabilitas di Indonesia.
Ia ingin mengembangkan layanan digital seperti text-to-speech untuk tunanetra, platform edukasi keuangan yang ramah disabilitas, dan program pemberdayaan ekonomi melalui teknologi.
Ia juga bercita-cita melanjutkan pendidikan hingga jenjang S-3 di luar negeri dengan fokus pada ekonomi inklusif. Baginya, pendidikan adalah kunci untuk menciptakan perubahan nyata dalam masyarakat.
Bagi Ipang, dukungan keluarga dan keyakinan kepada Tuhan adalah fondasi dari setiap keberhasilannya. Ia berpesan kepada teman-teman disabilitas untuk tidak pernah takut bermimpi. “Jika kalian punya mimpi, kejarlah. Jangan biarkan orang lain meremehkan kalian. Kita semua punya potensi yang sama untuk sukses,” tegasnya.
Ia juga berharap agar masyarakat dan institusi di Indonesia semakin membuka diri terhadap inklusivitas. “Aksesibilitas yang baik akan membuka jalan bagi lebih banyak teman disabilitas untuk meraih impian mereka,” tambahnya.
Dengan demikian, perjalanan hidup Ipang adalah bukti bahwa keterbatasan hanya ada jika kita membiarkannya menjadi batas. Dengan semangat dan dedikasinya, ia telah membuka mata banyak orang bahwa disabilitas bukanlah penghalang untuk meraih kesuksesan. Ia adalah inspirasi nyata bahwa mimpi besar dapat dicapai oleh siapa saja yang berani berjuang.
ditulis oleh: Muhammad Saddam Jasir dan Haifa Mujahidah Aulia (Duta UNJ 2024).