Jakarta, Humas UNJ – Pada pagi yang cerah, ketika cahaya mentari masih lembut menyentuh tanah Kampus B Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Gema takbir menggema penuh kekhidmatan dalam suasana perayaan Idul Adha. Sabtu, 7 Juni 2025, bukanlah pagi yang biasa. Ia adalah pagi pengingat tentang cinta dan pengorbanan. Pagi yang membawa kita kembali pada kisah agung Nabi Ibrahim dan Ismail, ketika keikhlasan mencapai puncaknya, dan kepatuhan menjadi wujud tertinggi dari cinta seorang hamba kepada Tuhannya.

DKM Nurul Irfan UNJ menjadi penjaga nilai itu. Dengan kesungguhan yang lahir dari hati, mereka menyelenggarakan penyembelihan 10 ekor sapi dan 6 ekor kambing yang diberikan dengan ikhlas oleh para sivitas akademika UNJ dan para mitra UNJ. Hari ini yang disembelih bukan hanya tubuh hewan, melainkan keangkuhan manusia. Yang dibagikan bukan hanya daging, tetapi kasih dan kepedulian yang jarang terucap dalam keseharian kampus.

Satu per satu hewan kurban dituntun ke tempat penyembelihan. Para hewan kurban ini berjalan perlahan, seolah menyadari peran suci yang tengah mereka emban. Para panitia pun berdiri tegak, bukan hanya sebagai pelaksana tugas, tetapi sebagai pelanjut kisah pengorbanan. Tangan-tangan mereka menggenggam pisau bukan dengan amarah, tapi dengan hormat. Mereka tahu, darah yang akan menetes bukan sekadar darah, tapi bukti cinta pada Tuhan, dan cinta pada sesama manusia.

Suara takbir mengiringi tiap sembelihan. Setiap rebahnya tubuh sapi atau kambing adalah peringatan bisu, bahwa di dunia ini tak ada yang abadi kecuali niat baik dan amal tulus. Di bawah langit yang semakin biru, darah mengalir di tanah ilmu kampus B UNJ, dan kampus berubah menjadi altar kesadaran spiritual. Tak ada tangis, hanya haru. Tak ada tepuk tangan, hanya dzikir lirih yang menyatu dengan desir angin.
Namun penyembelihan hanyalah awal dari kisah besar hari itu. Para panitia bergerak cepat. Dengan tangan-tangan cekatan dan wajah yang bercahaya oleh keikhlasan, mereka menguliti, memotong, dan menimbang. Keringat mereka mengucur bukan karena beban, tapi karena cinta yang bekerja dalam diam. Mereka tidak menanti pujian, sebab yang mereka cari adalah senyum dari langit.
Sebanyak 1.000 paket daging kurban disiapkan dengan penuh perhatian. Tak ada yang terlalu kecil untuk dicintai, tak ada yang terlalu besar untuk dibagikan. Pegawai kampus yang setia menjaga kebersihan dan mengurus kebutuhan administrasi, pengelola building management yang tekun merawat fasilitas kampus, mahasiswa yang sedang berjuang menyelesaikan studi untuk mencapai cita-citanya, tukang ojek yang mangkal di gerbang, dan ibu-ibu dari gang-gang sekitar Rawamangun, semua merasakan kehangatan kurban itu. Di tangan mereka, daging bukan sekadar makanan. Ia adalah pelukan dari kampus UNJ. Ia adalah salam dari Tuhan yang dititipkan melalui cinta manusia lain yang tersemai di UNJ.
Di balik paket-paket daging itu, tersimpan satu pesan agung, bahwa pendidikan tidak hanya tentang nilai di kertas ujian, tapi juga tentang bagaimana manusia menghidupi nilai dalam kehidupan. Kampus UNJ yang sering dianggap menara gading bagi masyarakat sekitar khususnya, hari ini menjadi rumah bagi mereka. Rumah yang memeluk, memberi, dan menyapa siapa pun tanpa syarat.
Saat senja mulai turun dan semua pekerjaan selesai, halaman masjid kembali hening. Tapi keheningan itu tidak kosong. Ia penuh. Penuh dengan jejak kaki orang-orang yang telah belajar makna hidup dari darah dan takbir. Penuh dengan doa-doa yang berhembus lirih di antara celah langit-langit masjid.
Kurban di Kampus B UNJ bukan sekadar peristiwa tahunan. Ia adalah panggung dramatik tempat nilai-nilai kemanusiaan ditampilkan dengan cara yang paling tulus. Ia adalah pelajaran hidup yang tidak akan tercetak di silabus, tapi akan tertanam dalam hati setiap yang terlibat. Ia adalah drama nyata tentang cinta yang tak terucap, tentang pengorbanan yang tak ditagih, dan tentang kebaikan yang tak menunggu balasan.
Dan di hari ini, UNJ melalui DKM Nurul Irfan bukan hanya menjadi tempat menimba ilmu. Ia menjadi tempat menimba makna. Sebuah kampus yang tidak hanya mengajarkan bagaimana berpikir, tetapi juga bagaimana menjadi manusia untuk sesama.