Jakarta, Humas UNJ – Dalam dunia komunikasi dan hubungan masyarakat (public relations), krisis bukanlah sesuatu yang bisa dihindari sepenuhnya. Namun, respons yang tepat terhadap krisis dapat menjadi titik balik yang mengubah tantangan menjadi peluang. Workshop “From Crisis to Opportunity: Membangun Kembali Kepercayaan Publik Pasca Krisis” yang diselenggarakan oleh PR Indonesia menjadi wadah penting untuk memperkuat peran praktisi PR dalam mengelola krisis secara strategis dan beretika. Kegiatan yang dilaksanakan pada 7 Mei 2025 ini dilakukan secara daring melalui platform Zoom.
Krisis, baik dalam bentuk bencana alam, kesalahan operasional, skandal perusahaan, maupun kegagalan komunikasi, memiliki potensi besar untuk merusak reputasi dan menurunkan kepercayaan publik. Oleh karena itu, strategi pemulihan tidak hanya berfokus pada penyelesaian masalah, tetapi juga membangun kembali relasi yang rusak antara institusi dan publiknya. Kepercayaan adalah aset yang dibangun dalam waktu lama, namun bisa runtuh dalam hitungan detik.

Dalam workshop ini, Anne Purba selaku Vice President Public Relations PT. Kereta Api Indonesia dan Dian Agustine Nuriman selaku Founder & Principal Consultant of NAGARU Communication menjadi narasumber. Para narasumber menekankan pentingnya tiga pilar utama dalam pemulihan kepercayaan pasca krisis, yaitu: transparansi, konsistensi, dan empati. Transparansi berarti memberikan informasi yang jujur, terbuka, dan tepat waktu kepada publik, meskipun dalam situasi yang tidak menguntungkan. Konsistensi menyangkut kesesuaian antara pernyataan, tindakan, dan nilai-nilai organisasi dalam jangka panjang. Sedangkan empati menunjukkan bahwa organisasi tidak hanya peduli pada citra, tetapi benar-benar memahami dampak krisis terhadap para pemangku kepentingannya.

Lebih dari itu, workshop ini juga membahas bagaimana komunikasi krisis yang responsif dan terencana dapat mengubah persepsi publik. Melalui simulasi kasus nyata, peserta diajak untuk merancang strategi komunikasi yang humanis, inklusif, dan berorientasi pada solusi. Pendekatan ini mendorong organisasi untuk tidak hanya menyelamatkan reputasi, tetapi juga menjadikan krisis sebagai momen pembelajaran dan transformasi.
Salah satu hal menarik yang ditekankan adalah pentingnya kepemimpinan komunikasi selama masa krisis. Seorang juru bicara yang kredibel, terlatih, dan komunikatif dapat menjadi wajah yang mewakili nilai dan integritas institusi. Kesiapan dalam menghadapi krisis, termasuk melalui penyusunan crisis communication plan dan pelatihan berkala, juga menjadi faktor penentu dalam membangun kepercayaan jangka panjang.
Pada kesempatan ini, Syaifudin selaku Kepala Kantor Humas dan Informasi Publik Universitas Negeri Jakarta (Kantor Humas dan IP UNJ), Wina Puspita Sari selaku Kepala Divisi Peliputan dan Pemberitaan, dan Prima Yustitia Nurul Islami selaku Kepala Divisi Layanan Informasi turut berpartisipasi mengikuti kegiatan workshop yang digelar oleh PR Indonesia.
Menurut Syaifudin selaku Kepala Kantor Humas dan IP UNJ, kegiatan workshop ini memperkuat pemahaman bahwa dalam setiap krisis tersimpan peluang. Peluang untuk menunjukkan tanggung jawab, memperbaiki kesalahan, dan memperkuat hubungan dengan publik. Praktisi Humas tidak hanya berperan sebagai pengelola pesan, tetapi juga sebagai arsitek kepercayaan publik. Sebab setiap organisasi atau institusi bisa saja mengalami krisis atas reputasinya, untuk itu tim Humas perlu mengelola krisis tersebut secara proaktif demi menjaga keberlanjutan dan reputasi institusi. Dengan pendekatan yang terencana, bertanggungjawab, strategis, kolaboratif, dan manusiawi, krisis bisa menjadi titik awal untuk menciptakan organisasi dan atau institusi yang lebih tangguh dan dipercaya publik atas suatu reputasinya, ujar Syaifudin.