Universitas Negeri Jakarta melalui Direktorat Inovasi, Sistem Informasi dan Pemeringkatan turut menghadiri undangan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) untuk rapat koordinasi (rakor) mengenai penguatan intermediasi ekosistem riset dan inovasi. Acara yang dilaksanakan pada 11 Maret 2025 ini turut juga dihadiri oleh Kepala Pusat Prestasi Nasional Kemendikdasmen, Perwakilan Perpustakaan Nasional RI, Sekretaris Deputi Bidang Riset dan Inovasi Daerah BRIN, Kepala Pusat Riset dan Inovasi Daerah (PRID) Provinsi DKI Jakarta, Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Daerah (BP2D) Provinsi Jawa Barat, Direktur Fasilitasi Riset LPDP, Plt. Sekretaris Deputi Bidang Infrastruktur Riset dan Inovasi BRIN, Plt. Sekretaris Deputi Bidang Fasilitasi Riset dan Inovasi BRIN, dan perwakilan Kemendiktisaintek, perwakilan Kemendagri, serta perwakilan sejumlah Perguruan Tinggi Negeri seperti UI, UGM, ITB, Unpad, serta UT. Rapat dipimpin oleh Asisten Deputi Riset, Teknologi, dan Kemitraan Industri Kemenko PMK, Katiman, Ph.D.
Pada kesempatan ini, Prof. Ojat Darojat selaku Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menegaskan pentingnya mengakselerasi dan memperkuat ekosistem riset dan inovasi di Indonesia. Prof. Ojat Darojat mengatakan bahwa ekosistem riset dan inovasi harus diperkuat melalui kolaborasi lintas sektor. Menurutnya, riset, teknologi, dan kemitraan industri merupakan tiga hal yang sangat strategis dalam pembangunan nasional. Oleh karena itu, diperlukan peran aktif dari seluruh pemangku kepentingan untuk memastikan bahwa hasil riset yang dihasilkan dapat diterapkan dalam berbagai aspek pembangunan. “Riset ke depan diharapkan menjadi pilar utama pembangunan nasional melalui kerja sama yang erat,” ujar Ojat dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Penguatan Intermediasi Ekosistem Riset dan Inovasi, di Jakarta, pada Selasa (11/3/2025).
Pada pertemuan ini juga turut dibahas mengenai tantangan dalam perkembangan riset dan inovasi, antara lain: kesenjangan antara hasil riset dan kebutuhan industri serta masyarakat, terbatasnya skema pendanaan berkelanjutan, kolaborasi yang masih terbatas antara perguruan tinggi, lembaga riset, industri, dan pemerintah, serta kurangnya kapasitas SDM dalam manajemen riset dan inovasi. Kemenko PMK pun memberikan arahan agar riset dan inovasi yang dilakukan dapat memberikan dampak langsung kepada industri dan masyarakat.
Dalam kesempatan ini juga, Asisten Deputi Riset, Teknologi, dan Kemitraan Industri Kemenko PMK Katiman, menyampaikan apresiasi atas kehadiran Kementerian/Lembaga dalam koordinasi mengenai riset dan inovasi. Ia mengatakan bahwa untuk mendukung pengendalian pelaksanaan Program Prioritas Presiden, telah dibentuk Forum Pengendalian Bersama yang melibatkan Kemenko PMK, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Kemen PPN/Bappenas), Kantor Staf Presiden (KSP), serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Kemenko PMK akan terus mengawal Prioritas Nasional 4 dalam RPJMN 2025-2029, khususnya dalam peningkatan fungsi intermediasi dan layanan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi,” imbuhnya.
Murti K Wirasti, selaku Direktur Inovasi, Sistem Informasi dan Pemeringkatan UNJ yang turut hadir langsung dalam rakor ini, Bersama dengan Kasubdit Inovasi Hilirisasi UNJ, Taryudi, mengatakan bahwa peran perguruan tinggi yaitu memproduksi ilmu pengetahuan dan riset, inkubator SDM riset dan inovasi, serta penghubung kolaborasi pemerintah dengan industri sehingga terdapat kesesuaian antara hasil riset dengan kebutuhan industri. Namun Murti K Wirasti menyampaikan berbagai tantangan yang dihadapi oleh peneliti dari kampus, mulai dari penyusunan proposal riset yang memerlukan penyediaan referensi memadai untuk menemukan kebaruan penelitian, memerlukan mitra kerja peneliti lain yang memenuhi kebutuhan risetnya, memerlukan pendanaan, memerlukan laboratorium untuk pengujian produk atau penemuan hasil penelitian, memerlukan fasilitasi diseminasi dan publikasi hasil penelitiannya, pengujian atau sertifikasi produk yang mana selama ini kampus dan peneliti berjuang untuk mendapatkan mitra industri dengan mengikuti pameran atau melalui bagian kerjasama di kampusnya, serta Ketika produk selesai dihasilkan, peneliti atau tim kampus perlu melakukan promosi dan negosiasi dengan penggunanya.
Oleh karena itu, Murti K Wirasti mengusulkan pentingnya intermediasi dari Kemenko PMK untuk membangun One Gate System yang memfasilitasi ketersediaan referensi, pendanaan penelitian, kemitraan antar peneliti, kemitraan laboratorium pengujian, kemitraan industri dan penjaminan penerimaan publik, nasional maupun internasional, atas produk inovasi yang dihasilkan melalui penelitian. Tentu saja, pemerintah perlu menetapkan peta jalan penelitian sesuai dengan arah kebijakan presiden, sehingga kerja peneliti terarah, efisien, dan berguna menyelesaikan problem masyarakat, serta visibilitas dan reputasi Indonesia sebagai negara penghasil produk inovasi di mata dunia. One Gate System ini akan melibatkan Kementerian terkait, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Lembaga sejenis di daerah, Perpustakaan Nasional, LPDP, Kampus, dan Industri. UNJ siap mendesain dan mendukung keterlaksanaan konsep One Gate System ini.
Sementara itu, Prof. Fahrurrozi selaku Wakil Rektor UNJ Bidang Riset, Inovasi dan Sistem Informasi mengatakan bahwa pihaknya mengapresiasi atas undangan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), khususnya Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan. Kegiatan ini secara tidak langsung turut meningkatkan dan menguatkan sinergi dan kolaborasi antara perguruan tinggi dengan pemerintah, dalam hal riset dan inovasi. Tentu intermediasi dalam ekosistem riset dan inovasi sangat penting untuk meningkatkan efektivitas dan dampak hasil penelitian terhadap perekonomian dan masyarakat. Intermediasi ini juga membantu menjembatani kesenjangan antara dunia akademik, industri, dan pemerintah. Dengan adanya fasilitator atau mediator, hasil riset dapat lebih mudah diterjemahkan menjadi inovasi yang aplikatif di sektor industri atau kebijakan pemerintah, ungkap Prof. Fahrurrozi.
Lanjut Prof. Fahrurrozi menambahkan bahwa melalui intermediasi yang baik mempercepat aliran teknologi dari laboratorium ke dunia industri dan masyarakat. Ini penting untuk meningkatkan daya saing industri nasional dan mengurangi ketergantungan terhadap teknologi luar negeri. Selain itu juga banyak dana riset yang belum termanfaatkan secara efektif karena kurangnya koordinasi antara pihak-pihak terkait. Dengan intermediasi yang kuat, dana riset dapat dialokasikan secara lebih strategis untuk proyek-proyek yang memiliki potensi dampak besar. Intermediasi yang kuat juga mendukung pengembangan sumber daya manusia (SDM) dalam bidang riset dan inovasi dengan memberikan akses ke pelatihan, mentoring, serta infrastruktur penelitian yang lebih baik. Lalu juga terkadang, hambatan dalam implementasi inovasi berasal dari regulasi yang belum mendukung. Dengan adanya intermediasi yang baik, regulasi dapat disesuaikan untuk mendorong pengembangan dan penerapan inovasi. Oleh karena itu, negara yang memiliki ekosistem riset dan inovasi yang terintegrasi dengan baik cenderung lebih maju secara ekonomi dan teknologi. Dengan penguatan intermediasi, Indonesia dapat meningkatkan daya saingnya dalam ekonomi berbasis pengetahuan dan teknologi, tambah Prof. Fahrurrozi.
Prof. Fahrurrozi juga mengatakan bahwa penguatan intermediasi dalam ekosistem riset dan inovasi adalah kunci untuk memastikan bahwa penelitian tidak hanya berhenti di publikasi akademik tetapi juga memberikan manfaat nyata bagi industri, masyarakat, dan pembangunan nasional. Hal ini dapat dicapai melalui kebijakan yang mendukung, pembentukan lembaga perantara, insentif bagi kolaborasi, serta peningkatan kapasitas SDM dan infrastruktur, jelas Prof. Fahrurrozi.